MEMILIH BERADA DIDALAM JAMAAH DAN IMAMNYA

MEMILIH BERADA DIDALAM JAMAAH DAN IMAMNYA ( Amir / Umara / Ulil Amri )



.

.


Poro Sedhulur Jamaah...


Dalam Islam, ada 2 golongan ketika keduanya baik, maka umat Islam juga akan baik, yaitu Ulama dan Umaro.

صنفان من الناس إذا صلحا صلح الناس وإذا فسدا فسد الناس العلماء والأمراء

Artinya: "Ada dua golongan manusia yang jika mereka baik, akan baik seluruh manusia, dan jika mereka rusak, akan rusaklah seluruh manusia. Mereka adalah Ulama dan Umara/Ulil Amri/Imam". (HR. Ibnu Nuaim).


Ulama tidak boleh bertindak diluar yang telah digariskan oleh Umaro/Ulil Amri/Imam, maka Ulama atau Muballigh harus sejalan dengan Umaro/Imamnya/Ulil Amri-nya. Apalagi sampai berani menghina dan merendahkan Imamnya, resikonya berat. Perhatikan dalil berikut ini:

مَنْ أَهَانَ السُّلْطَانَ أَهَانَهُ اللهُ. (رواه الترمذي)

Artinya: "Barangsiapa menghina Imam maka Allah akan menghinakannya." (HR. Tirmidzi).

*Manusia seharusnya menjadi makhluk yang mulia, tapi karena dihinakan oleh Allah, akhirnya jadi hina. 


Seorang Ulama seharusnya selaras dengan Amirnya, tapi jika dia bertindak semaunya sendiri, tidak mau taat pada Imamnya, maka akhirnya bisa merusak Jamaah/Umat. Apalagi malah memisahi Jamaah, resikonya dobel-dobel. 

Perhatikan dalil berikut:

مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ ثُمَّ مَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً 

"Barangsiapa keluar dari taat (pada Imam) dan mati dalam memisahi Jamaah, maka mati jahiliyyah (diancam neraka...!)". (HR. Muslim).


Siapa yang kuat masuk neraka dan menerima siksanya?. Sedangkan api neraka itu selalu berubah warna dan tingkat kepanasannya dalam setiap 1.000 tahun. Tidak akan ada manusia yang sanggup merasakan siksa neraka meski sepersekian detik sekalipun. Apalagi siksa neraka itu berahkof-ahkof lamanya (1 ahkof = 83 tahun akhirat, 1 hari akhirat = 1.000 tahun dunia). Maka hnya orang kafir yang meremehkan ancaman siksa neraka.


Selanjutnya, apapun kondisi Imamnya, entah itu baik atau dzolim, kita diperintah supaya sabar dan tidak boleh memisahi Jamaah, berdasarkan dalil:

مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّة

Artinya: “Siapapun yang melihat sesuatu dari Amirnya yang tak disukainya, hendaklah ia bersabar terhadapnya, sebab siapa yang memisahkan diri sejengkal dari Jamaah lalu dia mati, kecuali dia mati seperti mati jahiliyyah.” (HR. Bukhari).

*Tentu selagi perintah/Ijtihad Imamnya tidak maksiat.


Perhatikan dalil berikut:

السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

Artinya: "Mendengarkan dan taat adalah kewajiban setiap Muslim, (baik perintah yang diberikan oleh Imam) didalam apa-apa yang dia sukai atau dia benci, selama Imam tidak perintah maksiat. Jika Imam perintah maksiat, maka tidak ada (kewajiban) mendengar dan taat". (HR. Bukhari no. 7144).


Dalam penjelasan dalil lain, ketaatan pada Imam disandingkan dengan taat kepada Allah dan Rasul.

مَنْ أَطَاعَنِيْ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ وَمَنْ يَعْصِنِيْ فَقَدْ عَصَى اللّهَ وَمَنْ يُطِعِ الْأَمِيْرَ فَقَدْ أَطَاعَنِيْ وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيْرَ فَقَدْ عَصَانِيْ.

Artinya: “Barangsiapa yang taat kepadaku (Nabi) berarti ia telah mentaati Allah, dan barangsiapa nentang kepadaku berarti ia telah menentang kepada Allah. Dan barangsiapa yang taat kepada Amir/Imam maka ia taat kepadaku dan barangsiapa menentang kepada Amir/Imam, maka ia menentang kepadaku". (HR. Muslim 3417).


PENJELASAN:

1. Taat pada Allah adalah mutlaq, selain itu Allah disembah, mutlaknya taat pada Allah, tidak bisa ditawar.

2. Taat Rosul juga mutlak, tapi Rosul tidak disembah.

3. Taat pada Imam/Amir itu ada batasannya, yaitu selama perintah dan ijtihadnya Amir/Imam tidak maksiat. Imam/Amir juga tidak disembah.

Jadi kalau ada yang mengatakan taat pada Imam/Amir dianggap syirik kethoatan, berarti mereka tidak faham dalil-dalil yang merupakan petunjuk dari Nabi tadi.


Selanjutnya, bila seorang Ulama tidak bisa menempatkan diri karna merasa pintar, ga bisa diatur oleh Imamnya, yang ada akan menimbulkan fitnah dan perpecahan dalam Jamaah. Padahal haknya Imam adalah mengatur Jamaah sesuai kaidah fiqih berikut:

تصَرُّفُ الْأِمَاِم عَلَى الرَّاعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ  

Artinya: "Pengaturan seorang Imam pada Rukyahnya itu demi kemaslahatan (rukyahnya)".


Kalau misalnya sampai terjadi jaman fitnah, manakah yang harus kita ikuti?. 

Jawabannya: WAJIB mengikuti KEIMAMAN!. Sebab, tidak ada dalil menentang Ulama dianggap menentang Allah, juga tidak ada dalil bahwa tidak taat pada Ulama dihukumi mati jahiliyyah.


Nabi telah menggariskan dan memberi petunjuk untuk mengikuti Imam ketika terjadi jaman fitnah, geger, gonjang-ganjing. Bahkan Imam Muslim, menulis sebuah judul dalam kitabnya:

باب الأمر بلزوم الجماعة عند ظهور الفتن وتحذير الدعاة إلى الكفر.

Artinya: "Babnya perintah tetap (menetapkan diri) dalam Jamaah ketika tampak fitnah, dan menjauhi ajakan kekafiran".


Dalam judul itu, beliau mencantumkan dalil ini:

قَالَ: تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ 

Artinya: "Ketika terjadi fitnah, maka ikutilah Jamaah dan Imamnya". (HR. Bukhari & Muslim).


Perhatikan dalil berikut:

 عن عبدالرحمن بن جبير انه قال لجلساءه يوم:كيف انتم اذا خرج فيكم داعيان, داع يدعو الی كتاب الله وداع يدعو الی سلطان اﷲ, فأيهم تجيبون؟ قالوا: نجيب الداعي الی كتاب اﷲ, فقال: اذن تهلكوا وتضلوا بل اجيبوا الذي دعاكم الی سلطان اﷲ,فانّ الله لايفرّق بين سلطانه وكتابه. (رواه ابن زنجويه)

Artinya: "Dari Abdul Rohman Bin Jubair suatu hari, dia berkata kepada teman duduknya, bagaimana ketika kalian keluar di tengah² kalian, dua orang dai, satu orang mengajak menetapi pada Kitabillah, dan satu orang lagi mengajak menetapi pada Imam-nya Allah. Maka manakah yang akan kalian kabulkan/ikuti?. Mereka menjawab: kami akan mengabulkan kepada yang mengajak menetapi Kitabillah. Maka Abdul Rohman berkata: ketika itu, kalian akan rusak dan tersesat".


Harusnya kalian mengabulkanlah pada yang mengajak untuk menetapi ImamNya Allah. Karena sesungguhnya Allah tidak akan memisahkan antara ImamNya dan kitabNya. Bahkan Allah berfirman:

وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرٌ مِّنَ ٱلْأَمْنِ أَوِ ٱلْخَوْفِ أَذَاعُوا۟ بِهِۦ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسْتَنۢبِطُونَهُۥ مِنْهُمْ ۗ وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ لَٱتَّبَعْتُمُ ٱلشَّيْطَٰنَ إِلَّا قَلِيلًا.

Artinya: "Dan ketika datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya, dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenaran (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rosul dan Ulil Amri/Amir). Dan seandainya tidak ada karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)". (QS. An Nisa' : 83).


Yang diikuti adalah Imam/Ulil Amri, bukan Ulama. Apalagi di jaman fitnah, banyak Ulama yang ajakannya mengajak untuk masuk neraka, bahkan tak sedikit yang mengaku Ulama mengatakan bahwa mati jahiliyyah tidak apa-apa, karna masih ada harapan masuk syurga kelak. Perkataan Ulama seperti ini pas dengan hadits Hudzaifah ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيْهَا فَقُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَمُوْنَ بِأَلْسِنَتِنَا

Artinya: “Akan muncul dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam, barangsiapa yang menerima seruan mereka maka mereka akan menjerumuskannya ke dalam jahannam”. Hudzaifah bertanya: 'Wahai Rasululah sebutkan ciri-ciri mereka?'. Rasulullah menjawab: “Mereka dari golongan kita dan berbicara dengan lisan-lisan kita”.


Semoga dengan penjesan ini Allah SWT memberikan manfaat dan barokah, serta semakin menambah kefahaman kita dalam menetapi Jamaah Qur'an Hadits sampai husnul khotimah atau syahid, aamiiin.


#SHARE

#VIRALKAN

Comments

Popular posts from this blog

Ber Budi Luhur & Luhuring Budi Adalah amalannya orang Iman

Jasmerah = Jangan sekali-kali melupakan sejarah jokam

asal muasal / sejarah munculnya istilah KUSTUR.